Perceraian yang indah
Oleh :
Tami
Malam itu terasa begitu dingin fahru membangunkan aku yang sedang tertidur di sofa. suaranya parau dan lemah tapi aku dapat mendengarnya dengan jelas, bahkan dalam tidurku.
fahru suamiku mengidap penyakit kanker usus, dan sejak penyakitnya semakin parah telingaku seolah hanya bisa mendengar suaranya, terlebih sejak aku menemui dokter rudy sore itu.
Tok tok tok…
“masuk” ujar dokter itu dari dalam ruangan yang putih dan dingin.
“selamat sore dokter?”
“lho?” ujarnya.
dokter paruh baya itu sudah cukup mengenalku, paling tidak sejak fahru menjadi pasyennya. terlebih sekarang, ketika penyakit fahru menjadi semakin parah. dokter rudy agak terkejut, ia bertanya mengapa aku kembali ketempat itu, padahal baru tadi pagi aku datang bersama fahru.
“apa yang terjadi, kemana suamimu, kau tidak bersamanya?” dia bertnya begitu banyak tapi aku hanya menggelengkan kepala dan tersenyum.
“ada yang ingin saya tanyakan, dokter”
“ya, katakanlah”
“mengapa kau tidak memberi suamiku resep seperti biasanya?”
dokter rudy nampak ragu untuk mengatakanya, dia terdiam beberapa saat tapi itu terasa begitu lama bagiku. aku tak sabar dan mulai bertanya lagi.
“apakah ada kemajuan, dokter.. apakah fahru membaik, apakah..??”
Dokter rudy tetap geming dan itu membuat jantungku berdetak semakin cepat.
“ng.. bahagiakan fahru apapun yang terjadi”
“maksud dokter?”
Mas fahru sudah setadium empat, secara medis penyakitnya sudah tidak dapat disembuhkan lagi, kita sudah mencoba semua cara dan sejak awal kau tau, operasi, obat, terapy dan semua yang kita lakukan tak lebih hanya untuk memperpanjang usianya, bukan menyenbuhkanya”.
ujung jari-jariku mulai terasa dingin, aku tau ini artinya adalah hal buruk, tetapi aku mencoba untuk tetap tenang.
“kupikir kau sudah mempersiapkan diri untuk semua kemungkinan yang akan terjadi, bahkan yang terburuk sekalipun. aku tau ini sangat sulit, tapi aku ingin kau bersabar nena. usia mas fahru tidak akan lebih dari satu bulan” aku terhenyak, Kalimat terakhir dokter rudy benar-benar seperti petir disiang bolong bagiku.
"kau harus ingat nena, aku hanya seorang dokter, dan waktu kurang dari satu bulan hanyalah sebuah prediksi, biar bagaimanapun tuhanlah yang menentukan". dokter rudy berusaha menguatkan aku meski matanya nampak muram, menyampaikan sebuah kabar buruk kepada keluarga pasyen tentu bagian paling berat dalam pekerjaanya sebagai dokter. sungguh aku percaya kepada tuhan tapi tidak untuk keajaiban seperti yang diktakan dokter rudy. untuk saat seperti ini siapakah orang didunia ini yang masih bisa berpikir jernih, aku terlalu sedih untuk semua itu. jantungku yang semula berdetak cepat seolah berhanti tiba-tiba.aku seperti sesak nafas dan menagis sejadi-jadinya. dokter rudy lalu meraihku dan aku tidak tau lagi apa yng terjadi.
Aku pulang dengan hati hampa, air mata tidak henti-hentinya menetes hingga aku sampai dirumah dan melihat fahru tertidur dikamar kami, kamar berwarna jingga yang enam bulan yang lalu kami cat bersama-sama.
Aku lalu menyendiri di dalam perpustakaan. sebenarnya, aku tidak terlalu menyukai tempat mungil itu karena hampir seluruh temboknya tertutup oleh rak-rak yang dipenuhi buku. tapi itu adalah tempat favorit fahru, dia hampir selalu menghabiskan malam sabtunya di tempat itu untuk melakukan banyak hal. dia suka meneliti hal-hal bodoh. seperti yang belum lama ia lakukan adalah memeriksa kebenaran sebuah berita tentang alien di internet.
aku merenung disana, memikirkan perkataan dokter rudy kapadaku. dia bilang aku harus Amembahagiakan fahru apapun yang terjadi, berikan apapun yang ia inginkan bahkan makanan yang dulu menjadi pantanganya, karena sebentar lagi fahru suami yamg amat aku cintai akan mati.
ya tuhan secepat inikah??
Aku membuka mataku perlahan, dan aku melihat fahru sedang duduk di kasurnya sambil menatapku, dengan senyum yang biasanya. senyum itulah yang membuatku sangat mencintainya, senyuman khas yang selalu ia sunggingkan untuk ku disaat-saat aku sedang rapuh, dia selalu menguatkan aku.
“apa kau kedinginan sayang?” ujarnya, aku tersenyum.
“tidak”
Jam menunjukan pukul seblas malam, dan rumah sakit terasa begitu sunyi.
“apakah kau ingin aku menyalakan lampunya?” tanyaku.
“tidak” jawabnya pelan.
“apa kau ingin pergi ketoilet, atau kau ingin makan sesuatu, apa kau haus?”
Fahru haya tersenyum lalu menggeleng.
“apa kau lelah?”
“kau ini bicara apa, tentu saja tidak” aku masih duduk di sofa. tidak jauh dari tempat tidurnya, entah mengapa meskipun aku menawarkan banyak hal padanya tapi aku tidak beranjak sedikitpun dari sana.
“kemarilah, berbaringlah disebelahku, kurasa aku kedinginan”
Fahru orang yang senang bercanda, sejak kuliah sampai sekarang bahkan dalam sakitnya.
aku merapikan rambutku, menghampirinya lalu berbaring disana. dan dia menyelimutiku.
“aku sangat mencintaimu” bisiknya
“ya,aku juga”
“aku telah berjanji akan menjagamu selamanya”
“ya,tentu saja”
“dan aku pernah berjanji tidak akan menceraikanmu apaun yang terjadi”
“ya”
Fahru lalu memeluku erat sekali dan mencium keningku.
“kau sangat aneh” kataku masih dalam dekapanya.
“aku memang aneh, karena itu kau bersamaku”.
Dia melucu lagi dan kami mulai tertawa sepanjang malam.
masih senyap, Aku merasakam sesuatu yang hangat dikeningku, dan ketika kubuka mata ternyata fahru. dia masih meringkuk disebelahku, tangan kanannya menopang kepalaku sejak semalam. aku yakin tangannya sudah matirasa sekarang.
Jam menunjukkan pukul tiga pagi. aku balik mencium keningnya lalu bangkit dari tempat tidur. dan ketika aku hendak pergi untuk merapikan diri fahru menahanku.
“tetaplah bersamaku”
“hanya sebentar, aku hanya ingin merapikan diriku”.
Fahru menggeleng, “tidak usah,aku menyukaimu yang seperti ini”.
Aku menarik kursi disudut ruangan lalu duduk didekatnya, menggenggam erat tangannya yang dingin berusaha untuk menguatkanya. atau mungkindialah yang justru sedang nenguatkan diriku??, entahlah.
“sebentar lagi aku akan pergi meninggalkanmu”.
“kau ini bicara apa?”
“aku ingin setelah aku pergi nanti kau bisa melanjutkan hidup”
“hentikan,aku tidak ingin mendengarnya” suaraku bergetar,aku tidak tahan ingin menangis.
“aku ingin kau bahagia nena”
“kalau begitu bahagiakan aku, jangan pergi kemanapun”
“aku tidak bisa, semua orang akan pergi, begitu juga aku dan kau. semua hanya tinggal masalah waktu” sahutnya, membuat aku menjadi sangat terpengaruh dan Pertahanankupun akhirnya luluh. aku menangis dihadapanya sekaligus dihadapan tuhan, memohon belas kasihnya, agar beliau tidak mengambil fahru dariku, titipannya yang sangat aku cintai.
“aku tidak ingin saat kita telah berbeda alam nanti orang lain baru mewakili aku untuk menceraikanmu , aku ingin kau bahagia.. kau masih muda dan sangat cantik, wanita paling cantik yang pernah aku temui dan aku adalah orang paling beruntung karena bisa menikahimu. aku ingin kau bisa menikah lagi.. aku ingin kau melanjutkan hidup nena”
“aku juga sangat mencintaimu fahru, demi tuhan”
“ya aku tau” fahru lalu tersenyum.
“sekarang,,, aku ceraikan kau nena” suaranya parau dan lemah, aku menangis tak henti hentinya dan fahru melepaskan genggaman tanganya dari tanganku.
“mulai hari ini aku bukan suamimu nena “
Tamgisku pecah aku seperti sedang mengantar kepergianya. apakah sang malaikat maut sedang berdiri di ruang rawat ini bersama kami?? Menunggu aku mengikhlaskanya.
“ikhlaskan aku nena” .
aku terdiam dalam tangis.
“ya.. demi tuhan fahru, demi tuhan aku menerima talakmu”
Kulihat senyum yang tak pernah pudar dari wajah sakitnya. aku berusaha tersenyum dalam tangisku namun kali ini tangis itu adalah tangis bahagia, karena aku tau setelah ini fahru tidak akan menderita lagi.
Matahari bersinar hangat pagi itu, dan aku adalah seorang janda.kami membawa fahru pulang dari rumah sakit pagi itu juga. fahru berbaring dikamar kami yang berwarna jingga, meminum obat dan membaca beberapa buku, sebelum akhirnya ia tertidur dan tak pernah kembali lagi.
gambar diambil dari film greys anatoy
Tamat
depok, 7 desember 2010