Sabtu, 07 Juli 2012

reviev : taman sari, jogja


assalamuallaikum, sebenarnya hari ini saya sedang tidak bisa tidur, entah mengapa mentang- mentang besok hari libur mata ini jadi sulit sekali dipejamkan, dan rasa - rasanya saya ingin menulis sesuatu, jam satu pagi sambil mendengar musik melow biasanya sangat pas jika menuliskan curahan hati yang selama ini diendapkan dalam hati, akan tetapi berhubung kemarin sudah menulis yang sedih -sedih, maka kali ini saya akan menulis sesuatu yang lebih menyenangkan :)

well, akhirnya saya kembali lagi ke tempat ini, dan sebelum saya bercerita tentang pengalaman saya berkunjung ke taman sari, izinkan saya sedikit berbagi cerita tentang jogja, and why the town so special for me, beberapa bulan lau saya juga sempat berkunjung dan menulis bahwa jogja adalah kota dengan kekuatan magis (menurut teman - teman, saya lebay ) hahaha.. jadi satu minggu yang lalu itu saya ke sana dalam rangka ngunduh mantu kakak saya yang ke-2 sekaligus bernostalgia. kalau boleh pinjam liriknya katon bagaskara "pulang ke kotamu" yap, pulang ke kota almarhum bapak dan  kakak ipar saya. hehehe,, agak aneh tapi nyata karena kebetulan bapak dan kedua kakak ipar saya adalah orang jogja.

seperti biasa setiap kali datang kesana saya selalu kagum, mungkin karena jogja adalah tempat wisata , maka jogja nampak lebih bersih dan teratur, yap! lampu merahnya yang ada di setiap jarak beberapa meter itu loh haha. akan tetapi jika saya harus menggambarkan joga sekali lagi, maka akan saya buat satu kalimat seperti ini "tembok tua yang berlumut, kokoh, dan bersejarah" seperti halnya yang saya lihat di taman sari, sebuah cagar budaya yang dahulunya adalah tempat peristirahatan para raja, saya bersama kaka, dan 2 sepupu saya pergi berkeliling taman sari dengan ditemani oleh seorang guide. tapi sayang sekali karena sudah sore ada beberapa tempat dari kompeks taman sari yang sudah ditutup seperti masjid bawah tanah, dan tempat berendam para raja.

dan yang lebih aneh lagi kompleks bagunan ini berdampingan dengan rumah warga,  rumah rumah disana nampak seperti perkampungan biasa bahkan ada yang merubah rumahnya menjadi galery untuk menjual lukisan, dan ini yang cukup menarik perhatian saya yaitu sebuah rumah (satu satunya) yang letaknya tepat didepan dapur dari tempat peristirahatan yang juga merupakan teras rumahnya, iiihh kalau malam pasti seram apalagi tepat di depan dapur ada sebuah sumur yang pastinya sudah sangat tua, selain itu kami juga melewati lorong yang pernah dijadikan tempat untuk uji nyali dalam acara TV dunia lain, yap kami memasuki hampir seluruh bangunan kecuali kamar mandinya yang besar dan gelap. padahal saya sangat penasaran ingin tahu seperti apa wc pada zaman itu, tetapi krena guidenya berkata "kalau berani silahkan masuk, tetapi kalau takut sebaiknya jangan" (memang iya sih) saya jadi mengurungkanya, saat itu saya jadi parno sendiri (bahkan ketika saya sedang menulis ini) hehe.. 

eniwey, nampaknya sudah sangat malam dan terlalu banyak yang ingin saya ceritakan tentang taman sari, maka untuk mempersingkat cerita langsung saya perlihatkan saja beberapa foto yang saya ambil disana.



kalau tidak salah ini dari sekop, diletakkan di pagar rumah salah seorang warga

kolam tempat brendam para raja pada saat itu, karena sudah ditutup maka kami hanya dapat mengambil foto dengan memanjat tembok


saya berada di pintu masuk perkampungan, karena untuk menuju tempat selanjutnya kita harus melewati rumah rumah warga, seperti yang saya bilang beberapa bangunan memang bertetangga dengan rumah warga.

                                     

eki, nina, mbak ade dan saya


dia (yang berada semakin jauh disana)


barang kali memang tidak ada salahnya jika seorang perempuan terlebih dahulu menyatakan perasaanya terhadap lawan jenis, toh tindakan tersebut adalah bukti bahwa perempuan telah benar - benar beremansipasi. terlebih bagi saya atau barangkali juga mereka yang menganut adat ketimuran, 23 tahun adalah usia yang sangat cukup untuk membicarakan pernikahan bahkan anak, akan tetapi sampai menginjak usia ini saya masih saja merasa labil, saya terlalu angkuh meski  seringkali cinta membuat saya merasa hilang kesabaran.
sebutlah saya kuno atau apalah itu sebagaimana yang telah disuarakan oleh para feminis.  saya dengan segala ketidaksempurnaan namun dengan egoisnya berharap kesempurnaan dari orang lain. saya tak pernah berpikir bahwa saya telah melabel diri saya, akan tetapi mereka berpikir begitu dan tidak ada yang meminta pendapat saya, yang terpenting sekarang adalah pendapat orang lain, itu benar karena kau berinteraksi dengan orang lain bukan diri sendiri.
boleh jadi saya adalah seorang pengecut yang hebat, jangankan untuk sekedar membalas cinta dari ia (yang berada semakin jauh disana) untuk mengakui bahwa sayapun mencintainya adalah hal yang mustahil.
lalu kalau sudah tau begini mengapa ia tak kumpulkan segenap keberaniannya untuk melamar saya, mengapa ia (yang berada semakin jauh disana) juga harus ikut - ikutan menjadi seorang pengecut!

"saya menunggu
saya menunggudan saya masih menunggu
dengarkanlah itu duhai kekasih"

sekarang saya semakin sulit untuk memahami diri saya sendiri, dan saya paham jika ia (yang berada semakin jauh disana) juga merasakan hal yang sama.

"dan saya mohon jangan pergi menjauh
cintai saya saja
saya ingin belajar mencintai, meski cinta hanya untuk orang orang yang berani"